KEADAAN GEOGRAFI DAN IKLIM KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT
Kabupaten Tanjung Jabung Barat terletak antara 0053' - 0041' Lintang selatan dan antara 103023' - 104021'bujur timur. Luas wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat adalah 4.984,25 Km2.
Jarak dari Ibukota Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Kuala Tungkal) ke beberapa kota dalam Propinsi Jambi:
sungai penuh : 543 km
bangko: 373 km
sarolangun : 299 km
muara bulian : 181 km
sengeti : 95 km
muaro sabak : 129 km
muaro bungo : 356 km
kota jambi : 125 km
Wilayah Menurut Kecamatan Kab. Tanjung Jabung Barat, 2010 :
- tungkal ulu
- merlung
- batang asam
- tebing tinggi
- ranah mandaluh
- muara papalik
- pengabuan
- senyerang
- tungkal ilir
- bram itam
- seberang kota
- betara
- kuala betara
SEJARAH SINGKAT KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT
Sebelum
abad ke-17 di Tanah Tungkal ini sudah berpenghuni seperti Merlung,
Tanjung Paku, Suban yang sudah dipimpin oleh seorang Demong, jauh sebelum datangnya rombongan 199 orang dari Pariang Padang Panjang yang dipimpin oleh Datuk Andiko dan sebelum masuknya utusan Raja Johor.
Kemudian
memasuki abad ke-17 ketika itu daerah ini masih disebut Tungkal saja,
daerah ini dikuasai atau dibawah Pemerintahan Raja Johor. Dimana yang
menjadi wakil Raja Johor di daerah ini pada waktu itu adalah Orang Kayo
Depati. Setelah lama memerintah Ornag Kayo Depati pulang ke Johor dan
ia digantikan oleh Orang Kayo Syahbandar yang berkedudukan di Lubuk
Petai. Setelah Orang Kayo Syahbandar kemudian diganti lagi oleh Orang
Kayo Ario Santiko yang berkedudukan di Tanjung Agung (Lubuk petai) dan
Datuk Bandar Dayah yang berkedudukan di Batu Ampar, daerahnya meliputi
Tanjung rengas sampai ke Hilir Kuala Tungkal atau Tungkal Ilir sekarang.
Memasuki
abad ke- 18 atau sekitar tahun 1841-1855 Tungkal dikuasai dan dibawah
Pemerintahan Sultan Jambi yaitu Sultan Abdul Rahman Nasaruddin. Pada
saat itu kesultanan Jambi mengirim seorang Pangeran yang bernama
Pangeran Badik Uzaman ke Tungkal yaitu Tungka Ulu sekarang Kedatangannya
disambut baik oleh orang Kayo Ario Santiko dan Datuk Bandar Dayah.
Setelah
terbukanya Kota Kuala Tungkal maka semakin banyak orang mulai datang,
sekitar tahun 1902 dari suku Banjar yang berimigrasi dari Pulau
Kalimantan melalui Malaysia. Mereka ini berjumlah 16 orang antara lain :
H.Abdul Rasyid, Hasan, Si Tamin gelar Pak Awang, Pak Jenang, Belacan
Gelar Kucir, Buaji dan kemudian mereka ini berdatangan lagi dengan
jumlah agak lebih besar yaitu 56 orang yang dipimpin oleh Haji Anuari
dan iparnya Haji Baharuddin, Rombongan 56 orang ini banyak menetap di
Bram Itam Kanan dan Bram Itam Kiri. Selanjutnya datang lagi dari suku
Bugis, Jawa, Suku Donok atau Suku Laut yang banyak hidup dipantai/laut,
dan Cina serta India yang datang untuk berdagang .
Pada
tahun 1901 kerajaan Jambi takluk keseluruhannya kepada Pemerintahan
Belanda termasuk Tanah Tungkal khususnya di Tungkal Ulu yang Konteleir
jenderalnya berkedudukan di Pematang Pauh. Sehingga pecahlah
perperangan antara masyarakat Tungkal Ulu dan Merlung dengan Belanda.
Karena mendapat serangan yang cukup berat akhirnya pemerintah Belanda
mengundurkan diri dan hengkang dari wilayah itu. Perperangan itu
dipimpin oleh Raden Usman anak dari Badik Uzaman. Raden Usman kemudian wafat dan dimakamkan di Pelabuhan Dagang.
Selanjutnya
muncullah Pemerintahan Kerajaan Lubuk Petai yang dipimpin oleh Orang
Kayo Usman dan Lubuk Petai kemudian membentuk pemerintahan baru. Pada
waktu itu dibentuklah oleh H.Muhammad Dahlan Orang Kayo yang pertama
dalam penyusunan pemerintahan yang baru.
Orang
Kayo pertama ini pada waktu itu masih diintip dan diserang oleh
rombongan dari Jambi. Ia diserang dan ditembak dirumahnya lalu patah.
Maka bernamalah pemerintahan itu dengan Pemerintahan Pesirah Patah
sampai zaman kemerdekaan. Dusun-dusun pada pemerintahan Pesirah Patah
dan asal mula namanya adalah :
Seiring
bergulirnya perkembangan zaman berdasarkan keputusan Komite Nasional
Indonsia (KNI) untuk Pulau Sumatera di Kota Bukit Tinggi (Sumbar) pada
tahun 1946 tanggal 15 April 1946, maka pulau Sumatera di bagi menjadi 3
(tiga) Provinsi, yaitu Provinsi Sumatera Tengah, Provinsi Sumatera Utara
dan Provinsi Sumatera Selatan. Pada waktu itu Daerah Keresidenan Jambi
terdiri dari Batanghari dan Sarolangun Bangko, tergabung dalam Provinsi
Sumatera Tengah yang dikukuhkan dengan undang - undang darurat Nomor 19
Tahun 1957, kemudian dengan terbitnya undang - undang Nomor 61 Tahun
1958 pada tanggal 6 januari 1958 Keresidenan Jambi menjadi Provinsi
Tingkat I Jambi yang terdiri dari : Kabupaten Batanghari, Kabupaten
Sarolangun Bangko dan Kabupaten Kerinci.
Pada
tahun 1965 wilayah Kabupaten Batanghari dipecah menjadi 2 (dua) bagian
yaitu : Kabupaten Dati II Batanghari dengan Ibukota Kenaliasam,
Kabupaten Dati II Tanjung Jabung dengan Ibukotanya Kuala Tungkal.
Kabupaten Dati II Tanjung Jabung diresmikan menjadi daerah kabupaten
pada tanggal 10 Agustus 1965 yang dikukuhkan
dengan Undang - Undang Nomor 7 Tahun 1965 (Lembaran Negara Nomor 50
Tahun 1965), yang terdiri dari Kecamatan Tungkal Ulu, Kecamatan Tungkal
Ilir dan kecamatan Muara Sabak
Setelah
memasuki usianya yang ke-34 dan seiring dengan bergulirnya Era
Desentralisasi Daerah, dimana daerah di beri wewenang dan keleluasaan
untuk mengurus rumah tangganya sendiri, maka kabupaten Tanjung Jabung
sesuai dengan Undang-undang Nomor 54 Tanggal 4 Oktober 1999 tentang pemekaran wilayah kabupaten dalam Provinsi Jambi telah memekarkan diri.
Sumber Lembaga Adat Tanjab Barat
Update
Monday, September 10, 2012
LAMBANG KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT
1. Bidang Dasar lambang berbentuk perisai
yang memiliki 5 (lima) sudut warna kuning cerah dengan dua garis
tepi berwarna hitam yang melambangkan masyarakat Kabupaten
Tanjung Jabung Barat yang berideologi Pancasila dan dalam
menjalankan roda pemerintahan berdasarkan Undang Undang Dasar
1945.
2. Bintang berisi 5 (lima) berwarna kuning
emas melambangkan bahwa bagaimanapun bentuk dan keanekaragaman
yang ada di Kabupaten Tanjung Jabung Barat tetap ber-Ketuhanan
Yang Maha Esa
3. Payung berwarna orange dengan enam ruas
melambangkan bahwa Kabupaten Tanjung Jabung Barat memiliki adat
istiadat yang mengayomi segala aspek kehidupan dalam masyarakat
etnis, agama maupun budaya. Lima ruas dipandang sebagai agama
yang ada di Indonesia dan satu ruas dipandang representatif
mewakili dari pada etnis-etnis yang heterogen, melambangkan dalam
pengambilan keputusan para tua tanganai dan tokoh adat,
sebelumnya memandang etnis dan agama yang ada di Kabupaten Tanjung
Jabung Barat
4. Bambu Runcing menyilang yang diikat dengan
kain berwarna merah melambangkan asal mula perjuangan rakyat
Tanjung Jabung Barat. Bambu runcing merupakan persenjataan yang
digunakan dalam perjuangan. Seutas kain berwarna merah merupakan
sebutan pejuang selempang merah karena setiap pejuang mempunyai
tanda pengenal dengan tanda kain merah yang diikatkan atau
dilingkarkan di tubuh para pejuang tersebut
5. Perahu layar merupakan lambang atau ciri
yang menggambarkan salah satu potensi alam Kabupaten Tanjung
Jabung Barat. Layar berwarna Putih melambangkan kesucian
masyarakat Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Perahu dan tonggak
berwarna kuning melambangkan bahwa apapun potensi yang ada dalam
Kabupaten Tanjung Jabung Barat keseluruhannya adalah milik
Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
6. Garis panjang ombak yang melengkok-lengkok
melambangkan bahwa masyarakat Tanjung Jabung Barat yang
heterogen dengan keanekaragaman etnis, agama, ras dan sebagainya
menjadi penopang untuk tegak, maju dan berkembangnya Kabupaten
Tanjung Jabung Barat dengan memanfaatkan potensi yang ada
7. Gambar air yang mengalir di depan perahu
melambangkan bahwa Kabupaten Tanjung Jabung Barat terdiri dari
dataran rendah dan dataran tinggi yang memiliki potensi sektor
pertambangan.
8. Lima buah batu bata putih melambangkan
jumlah kecamatan yang ada pada saat pemekaran Kabupaten Tanjung
Jabung Barat dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
9. Gong berwarna coklat muda melambangkan
bahwa dalam pengambilan keputusan lebih mengutamakan kemufakatan
sebagaimana kata pepatah "Bulat Air Dek Pembuluh Bulat Kata Dek
Mufakat".
10. Padi berwarna kuning berjumlah 10 biji
pada sebelah kiri dan 8 biji pada sebelah kanan yang terletak di
sebelah kiri dalam lambang melambangkan pangan bagi masyarakat
Tanjung Jabung Barat dan sekaligus mencerminkan sejarah tanggal
dan bulan lahirnya Kabupaten Tanjung Jabung Barat, tanggal 10
Agustus
11. Daun Kelapa berwarna hijau berjumlah 65
(enam puluh lima) helai yang terletak di sebelah kanan dalam
lambang melambangkan bahwa masyarakat Tanjung Jabung Barat dapat
berguna dimana dan kapan saja, karena ia dapat hidup dimanapun,
sekaligus mencerminkan sejarah tahun lahirnya Kabupaten Tanjung
Jabung Barat, tahun 1965
12. Rantai putih yang menghubungkan gambar
padi dan daun kelapa melambangkan kesejahteraan masyarakat
Tanjung Jabung Barat, saling bantu membantu atau bekerja sama
dalam setiap masalah yang dihadapi dalam masyarakat
13. Pita berwarna orange yang bertuliskan
"SERENGKUH DAYUNG SERENTAK KE TUJUAN" melambangkan bahwa
masyarakat Kabupaten Tanjung Jabung Barat yang berbeda etnis dan
agama bersama-sama dalam memajukan Kabupaten Tanjung Jabung Barat
yang sangat potensial untuk mencapai Tanjung Jabung Barat yang
lebih maju dan berkembang